Selasa, 10 Desember 2024, PSGA IAIN Manado telah menyelenggarakan diskusi kolaborasi perdana dengan Komunitas Dara Wanua yang bertempat di Gedung LP2M IAIN Manado Lantai 2. Narasumber diskusi tersebut adalah Ustadzah St. Nur Syahidah Dzatun Nurain, M.Ag yang merupakan Dosen Hadis, sekaligus Sekretaris Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Manado.
Diskusi ini juga merupakan rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, setelah sebelumnya pada tanggal 2 Desember 2024 telah dilaksanakan diskusi yang menghadirkan Ketua Komnas Perempuan.Narasumber menjelaskan bahwa menurut para pakar ilmu hadis, tidak mungkin terdapat hadis yang menunjukkan kebencian terhadap perempuan, ataupun bermaksud mendiskriminasi perempuan atau yang biasa disebut misoginis.
Yang perlu dipahami adalah bagaimana membaca dan menginterpretasikan sebuah hadis yang memiliki kesan menyudutkan perempuan. Setidaknya ada 3 macam teknik interpretasi hadis, yaitu tekstual, intertekstual, dan kontekstual. Memahami sebuah hadis membutuhkan proses yang tidak sederhana.
Terlebih dahulu harus dilakukan kritik sanad untuk memastikan bahwa jalur periwayatan hadis tersebut shahih. Selanjutnya, dilakukan proses kritik matan hadis. Matan Hadis (Isi hadis) yang dapat diterima tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an, tidak boleh bertentangan dengan hadis yang telah disepakati keshahihannya, tidak boleh bertentangan dengan akal sehat, tidak boleh bertentangan dengan fakta sejarah.
Sebagai contoh, hadis yang berbunyi “tidak beruntung suatu kaum bila menyerahkan urusan pemerintahan kepada perempuan”. Hadis ini jika dipahami secara tekstual akan tampak memberikan pelabelan negatif bahwa perempuan tidak memiliki kompetensi untuk menjadi pemimpin.
Namun demikian, setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat, dalam kondisi Rasulullah memberikan tanggapan terkait berita soal Ratu Kisrah yang tiba-tiba ditunjuk untuk menjadi pemimpin, padahal dia tidak memiliki kompetensi untuk menjadi pemimpin, sehingga berdampak pada masyarakat yang dipimpinnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa hadis tersebut bersifat kondisional dan tidak bisa dijadikan dasar untuk melegitimasi larangan perempuan untuk menjadi pemimpin secara umum. Substansi hadisnya hendak menyatakan bahwa hendaknya memilih pemimpin yang punya kompetensi, baik laki-laki maupun perempuan.
Ketua LP2M IAIN Manado, Bapak Dr. Ardianto, M.Pd, dan Ketua PSGA IAIN Manado, Ibu Nur Alfiyani, M.Si, menyambut sangat baik diskusi kolaborasi ini, sebagai langkah awal untuk menghidupkan kembali kegiatan rutin PSGA IAIN Manado, pasca setahunan lebih sempat terhenti aktivitasnya karena kekosongan pejabat pelaksana. Ke depannya diskusi ini akan dilaksanakan secara rutin sebulan sekali dengan menghadirkan narasumber-narasumber pakar dari internal ataupun eksternal kampus IAIN Manado.