Ardianto, Hadirman, dan Prof. Dustin Bahas Sinergi Agama dan Budaya di The 2nd APEBSKID International Conference 2025

LP2M IAIN Manado – Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, Dr. Ardianto, M.Pd., tampil sebagai pembicara utama (keynote speaker) dalam ajang bergengsi The 2nd APEBSKID International Conference 2025 yang diselenggarakan di Hotel Almadera, Makassar, pada 6–8 Oktober 2025. Konferensi internasional ini digelar oleh Afiliasi Pengajar Peneliti Budaya, Bahasa, Sastra, Komunikasi, Seni, dan Desain (APEBSKID) bekerja sama dengan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, mengusung tema besar “Multidisciplinary Approach in Research and Education for Humanity.”

Kegiatan tersebut mempertemukan akademisi, peneliti, dan praktisi budaya, bahasa, sastra, komunikasi, seni, dan desain dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga untuk membahas kontribusi riset multidisipliner terhadap penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Tema ini menegaskan pentingnya integrasi antara ilmu, seni, budaya, dan spiritualitas dalam membangun peradaban manusia yang inklusif dan humanis.

Dalam forum tersebut, Dr. Ardianto tampil sebagai pembicara utama bersama Prof. Dr. Suwardi Endraswara (Universitas Negeri Yogyakarta/Indonesia), Dr. Murtadi, M.Sn. (Universitas Negeri Surabaya/Indonesia), Dr. Megan Collins (Cultural Consultant/New Zealand), Sambay, P MLA., MA. (University of Southern Mindanao/Philippines), Dr. Hadirman, M.Hum. (Universitas Negeri Makassar/Indonesia), dan Prof. (Emeritus) Dustin Cowell, Ph.D. (University of Wisconsin–Madison/USA).

Dalam pemaparannya berjudul “Dakwah dan Identitas dalam Lagu Gorontalo,” Dr. Ardianto mengulas bagaimana karya seni dan musik tradisional Gorontalo berfungsi sebagai media dakwah kultural yang menjembatani nilai-nilai Islam dan kearifan lokal. Ia menyoroti dua lagu penting, “Adati Lo Hulundalo” dan “Hulundalo Lipu’u,” yang sarat dengan pesan moral, sosial, dan spiritual khas Gorontalo.

Menurutnya, “Adati Lo Hulundalo” menegaskan pentingnya harmoni antara adat dan agama sebagai fondasi kehidupan masyarakat, sementara “Hulundalo Lipu’u” memancarkan semangat kecintaan terhadap tanah kelahiran yang dipadukan dengan nilai-nilai ketauhidan dan tanggung jawab sosial. Lagu ini merefleksikan ajaran Islam tentang hablum minallah dan hablum minannas — hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia — yang diwujudkan melalui loyalitas, gotong royong, dan penghormatan terhadap warisan leluhur.

Lebih jauh, Ardianto yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Manado, menegaskan bahwa lirik-lirik dalam kedua lagu tersebut merepresentasikan filosofi “Adati hula-hula’a sara’a, sara’a hula-hula’a to Qur’ani” — adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan Kitabullah — yang menandakan keterpaduan antara keislaman dan kebudayaan lokal.

“Lagu daerah adalah ruang sinergi antara agama dan budaya. Ia bukan hanya ekspresi estetik, tetapi juga sarana spiritual yang menyampaikan pesan keislaman secara lembut, kontekstual, dan membumi,” ujar Ardianto dalam sesi Plenary Conference.
“Di tengah derasnya arus budaya global dan musik pop, lagu Gorontalo menjadi simbol perlawanan kultural yang meneguhkan identitas sekaligus iman,” tambahnya.

Selain Ardianto, Dr. Hadirman, M.Hum. dalam paparannya menyoroti pentingnya revitalisasi nilai-nilai lokal dalam konteks pendidikan karakter bangsa. Ia menekankan bahwa seni dan sastra daerah dapat menjadi instrumen pendidikan moral yang kuat jika diintegrasikan dengan nilai-nilai religius dan kemanusiaan.

Sementara itu, Prof. (Emeritus) Dustin Cowell, Ph.D. mengangkat perspektif global tentang hubungan antara agama, budaya, dan pendidikan multikultural. Ia menggarisbawahi bahwa pelestarian budaya lokal dalam kerangka pendidikan modern merupakan wujud dari upaya menjaga keberagaman identitas manusia tanpa mengabaikan universalitas nilai-nilai spiritual.

Menurut Ardianto, pesan yang terkandung dalam lagu-lagu daerah memiliki kekuatan simbolik yang penting bagi generasi muda. Ketika generasi muda mampu memaknai lagu daerah bukan sekadar hiburan, tetapi juga sebagai sumber nilai dan inspirasi moral, maka dakwah Islam dapat hidup secara lebih kontekstual — mengakar dalam budaya, namun tetap terbuka terhadap dinamika modernitas.

Gagasan-gagasan para narasumber ini mendapat apresiasi dari peserta konferensi karena sejalan dengan semangat APEBSKID yang mendorong kolaborasi lintas disiplin dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Konferensi yang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai negara ini menjadi wadah strategis untuk memperluas jejaring riset internasional serta memperkuat posisi pendekatan multidisipliner dalam studi Islam, seni, dan humaniora.

Melalui kegiatan ini, IAIN Manado melalui LP2M menunjukkan komitmennya untuk terus mengembangkan riset yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan, sekaligus memperkuat diplomasi akademik di tingkat nasional maupun internasional.

Leave a Reply