(07/08) “Syarat utama Multikulturalisme adalah siap menerima kemajemukan” sepenggal materi yang disampaikan oleh Narasumber diskusi publik Prof Sumanto Al-Qurtubi, Ph.D (Kepala Peneliti Ilmu-Ilmu Sosial & Humaniora King Fahd University of Petroleum and Minarals Arab Saudi) yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitan dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M), Pusat Studi Masyarakat Muslim di Minahasa (PS3M), Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) serta Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Manado.
Rektor IAIN Manado Delmus Puneri Salim, Ph.D yang juga sebagai Narasumber dalam diskusi publik ini mengungkapkan bahwa betapa pentingnya kegiatan semacam ini untuk selalu dilaksanakan di ruang kampus, kali ini menghadirkan ilmuan, yang saat ini sudah sulit untuk ditemui di Indonesia. Banyak kegiatan yang menghadirkan pejabat atau politisi yang keilmuannya sudah kurang murni, sedangkan yang hari ini datang dikampus hijau IAIN Manado adalah seorang ilmuan murni, bukan seorang pejabat ataupun seorang politisi. Lanjutnya, sembari pak rektor menceritrakan kisah mereka diluar negeri saat mengampuh studi serta mengapresiasi sepak terjang dari Prof. Sumanto Al-Qurtubi, Ph.D Mampu Menyelesaikan Studi S3 di Amerika Serikat dan mampu menjadi pengajar di salah satu Perguruan Tinggi Arab Saudi.
Terkait penyampaian awal disampaikan Narasumber Prof. Sumanto, beliau mengungkapkan Curiculum Vitae serta Pengalamannya di Arab Saudi, bahwa beliau seorang antropolog di King Fahd University of Petroleum and Minarals Arab Saudi. Sambungnya, bahwa kampusnya cukup unik karena seratus persen mahasiswanya adalah Pria, tetapi seiring perkembangan di arab Saudi, maka kampus mereka tahun ini membuka pendaftaran untuk penerimaan mahasiswi meskipun terbatas untuk Pascasarjana S2 dan S3, adanya pergeseran perubahan budaya di Arab Saudi. “Menarik Karena saya di Arab Saudi bukan mengajar ushul fiqh, tafsir hadits atau tafsir qur’an tapi sesuatu yang sangat baru, kampus diarab Saudi hanya 3 kampus terkait studi islam antara lain yaitu umul quro, islamul madina, Muhammad bin saud di riyad, sedangkan yang lainnya sekitar 50 kampus fokus utamanya dibidang ilmu-ilmu sekuler, kimia, physich dan lain-lain” tandasnya dalam diskusi. Adanya tantangan zaman sehingga Arab Saudi bermetafora guna pemanfaatan SDM diarab Saudi sendiri, keterbatasan lulusan studi keislaman untuk masuk ruang lingkup pekerjaan, menjadikan tuntutan perguruan tinggi di Arab berbenah.
Lanjutnya, “jika di Indonesia lagi gencar-gencarnya memperkenalkan budaya arab di tanah air, sedangkan saya sebaliknya, memperkenalkan budaya Indonesia di tanah Arab. Salah satu harapan saya jika balik nanti ke Arab, mahasiswa saya hendak saya tugaskan untuk mempresentasikan budaya Minahasa, karena saya mampir di Sulawesi utara, jikalau daerah lain sudah sempat saya tugaskan.” Ungkapnya, “bukan hal yang mudah untuk mengajarkan antropologi di arab Saudi, bentuk penerapan saya dalam mengajar disana, dikelas saya menerapkan model mengajar secara otoriter dengan membuat kontrak perkuliahan dengan mahasiswa guna kelancaran perkuliahan. Agak sulit untuk saya gunakan cara mengajar seperti di amerika saat saya kuliah disana. “Problem mengajar Multikultural di Arab Saudi, diperhadapkan dengan keadaan bahwa persepsi mahasiswa yang menganggap bangsa arab merupakan bangsa yang lebih unggul dari bangsa lain. Membongkar persepsi seperti itu tidak mudah, namun saya menerapkan respek akan kemajemukan terhadap mahasiswa saya, konsep ini mampu memurnikan paradigma mahasiswa bahwa multikulturalisme ini ada dimana-mana, termasuk di Arab Saudi” penyampaian Narasumber dalam pengalamannya di Arab Saudi.
Multikultural
sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Sumanto, bahwa mampu menghargai kemajemukan,
misalnya memahami adanya paham konservatif maupun moderat, tidak boleh
memaksakan sesuatu, itu adalah hak masing-masing individu. Multikultural bukan
membumikan salah satu paham baik konservatif maupun moderat, tetapi
Multikultural adalah menghargai sikap toleransinya, kemajemukannya, kebhinekaannya,
sebagaiamana keberadaannya di Indonesia karena suatu keniscayaan jika tidak
mengiyakan keragaman di Indonesia.
Disesi tanya jawab, nampak antusias peserta yang hadir kebanyakan dari kalangan Mahasiswa serta ada juga dari akademisi IAKN Manado, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pemuka agama non muslim di Sulawesi utara, yang hendak mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Suleman Mappiase, Ph.D sebagai moderator mengarahkan sesi diskusi dengan baik serta memberikan kesempatan yang berimbang bagi para audience yang ada. Dr. Arhanuddin Salim, M.Pd.I Sebagai Ketua LP2M IAIN Manado mengapresisasi kehadiran para peserta diskusi publik serta sebisa mungkin diskursus dengan menghadirkan Narasumber yang memiliki sepak terjang internasional seperti ini hendak dimaksimalkan oleh LP2M, “kedepannya LP2M akan terus mengembangkan diskusi publik seperti ini, sekarang ini ada kegiatan diskusi rutin yang menghadirkan para peneliti-peneliti di Indonesia yaitu bertajuk Visiting Researcher, ini kiranya bisa dimanfaatkan para akademis di IAIN Manado, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk dihadiri juga kalangan umum karena kegiatan ini terbuka untuk umum” tandasnya selesai diskusi publik.